Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

Menjaga, Menata, lalu Bercahaya (Salim A Fillah)

Gambar
googleimage Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan  menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci. Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda’. ” Subhanallaah.. wal hamdulillaah ..”, girang Abud Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan

Tersudut yang Aku Sukai

Jika sobat pernah masuk dalam kamar ganti, sobat biasanya berada dalam ruang kubus yang terdiri dari empat sudut. Ya, ada empat sudut ruang. Namun kali ini aku tak sedang membahas sudut ruan itu, namun sudut dalam hidup ini Bagaimana jika sobat tersudut, terpojok dalam kehidupan ini? Pastinya sobat pernah tersudut akan nikmat, tanpa disadari rezeki menghamipi kita tanpa konfirmasi. Silih berganti datang dan terus datang menyudutkan kita, bagaimana rasanya? Atau, sobat tersudut dalam suatu masalah yang sobat tak tau jawabannya? Lebih dari itu, sobat terus tersudut dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus membuat sobat berpikir akan jawabannya? Atau mungkin sobat tersudut dengan kejadian yang sobat tak pernah inginkan kejadiannya? Dalam sudut itu, dalam tekanan itu, ada ruang, ada celah untuk anda berkholwat denganNya Ya, berduaan denganNya Dan ini yang aku maksud, Sudut yang aku suka... Dimana dalam sudut itu aku tak memerlukan orang lain, makhluk

Bahagia itu Sederhana

Bismillah... Malam ini begitu tenang, angin bahkan enggan meliukkan tubuhnya, dan hujan sedang tertahan di belahan dunia yang lain sepertinya. Dan aku, masih dengan minichi ku, ku pencet tuts-tuts indahmu ini. Aku hanya menyebut kali ini, aku futur! Jadi aku ingin bangkit, aku ingin bahagia... Setiap orang bebas menerjemahkan "bahagia" Pun dalam kamus hidupku Menurutku, bahagia itu sederhana dan sederhana = bahagia Tak seorang pun ingin futur, pastinya ingin slalu semangat ful misi dan visi Tapi ada cara-cara yang aku lakukan saat penyakit ini melanda Aku ingat lagi, bahwa kunci bahagia ada dalam diri kita sendiri Jadi, apapun yang membuat aku tak bahagia, aku harus cari penyebabnya dan tentunya mencari formula yang tepat untuk diri sendiri Yakini bahwa pemilik kebahagian diri ini hanya Sang Maha Penyayang Dekatkan diri, minta padaNya sumber kebahagiaan itu lagi Banyak yang bilang kalau ingin lepas dari galau kita mesti move on