Menakar Disetiap Jawaban

"Sampai detik ini saya belum mencintai pekerjaan saya mbak", pernyataan yang muncul tiba-tiba dari seorang guru yang sudah belasan tahun mengajar di sekolah. Aku sempat bertanya dalam hati, "Alloh, apalagi ini? jawaban yang mana yang kau tunjukkan padaku?".

Pembicaraan kami dimulai disaat kami harus menjaga tes waktu itu. Aku mengenal beliau ketika pelaksanaan tes. Selebihnya kami hanya meyapa seperlunya disekolah, tanpa mengetahui pribadi beliau. Mungkin Alloh sudah mengatur semuanya, agar aku dapat mengambil hikmah dari beliau. 

Awalnya kami saling bertanya tentang domisili kami. Kemudian, lambat laun bapak ini mulai bercerita tentang pengalamannya ketika tes CPNS. Aku pun bercerita pengalamanku mengikuti tes itu yang hasilnya gagal karena tidak memenuhi passing grade yang ditentukan.

Tapi aku tak menggambarkan ketertarikanku mengikuti CPNS, aku hanya ingin mendengar saja cerita bapak ini yang menurutku menarik. Ku dengarkan dengan penuh ingin tahu, dan beliau bercerita awal mula kariernya. Sebelum menjadi guru di sekolah, ternyata beliau pernah bekerja di perusahaan swasta yang cukup terkenal di ibukota. Namun akhirnya orang tua beliau meminta beliau kembali ke tanah halamannya. 

Beliau memasukkan lamaran ke sekolah kejuruan yang sesuai dengan bidang beliau, dan akhirnya diterima disekolah tersebut. Dan sekarang ini setelah lolos PNS, beliau mengajar si sekolah yang terletak di pusat kota Pekalongan. 

Beliau menuturkan bahwa dulu sebelum menjadi PNS, beliau selalu memasukkan lamaran pekerjaan ke perusahaan-perusahaan. Dan kemudian menjalani interview baik didalam maupun dengan perusahaan asing. Beliau menceritakan pengalaman beliau waktu interview dengan bahasa Inggris. Dari cara beliau bercerita, aku mulai memahami karakter beliau yang seorang risk taker dan juga hard worker. Apapun akan beliau perjuangkan selama itu sesuai dengan keinginannya, kecintaannya akan pekerjaan. Bahkan ketika diwawancarai oleh orang asing, beliau sangat percaya diri walaupun beliau mengaku tidak terlalu pandai dalam bahasa inggris. Namun karena materi dan istilah-istilah yang digunakan pun yang sering dipakai, beliau pun tak mengalami kesulitan. 

Namun sekarang, beliau hanya merasa kurang tertantang dengan pekerjaan sekarang. Mungkin karena beliau tidak dalam satu lingkungan yang homogen. Dan ketika berhadapan dengan siswa, maka yang kita hadapi bukan sebuah tantangan namun lebih kepada sharing ilmu, berbagi. Aku pun merasakan, bekerja di instansi swasta dan negeri itu berbeda. Di swasta, kemampuan kita akan terasah dengan cepat. Karena kita akan berhadapan dengan banyak tantangan dan target. Sehingga pola pikir kita akan bekerja dengan keras dan cerdas. Seperti halnya komputer yang akan terus menyala dan beroperasi. Setiap orang tidak disama ratakan, semua dibayar sesuai kemampuan yang dimiliki. Jadi dari sini aku memahami betapa, the right man in the right place itu penting.

Karena kita bisa menempatkan diri sesuai dengan kemampuannya. Ritme kerja pun sangat berbeda. Mungkin kalau dalam instansi negeri agak sedikit luwes, tidak halnya dengan swasta karena semua terkontrol langsung. Untuk para pekerja keras dan penyuka tantangan rasanya lebih cocok untuk masuk ke instansi swasta. Namun untuk pribadi yang lebih suka dengan kehidupan yang nyaman, maka ini tidak cocok untuk mereka. Disela-sela pembicaraan kami beliau berkata, "Saya tidak mau mengajarkan anak saya untuk hidup ayem mbak seperti orang tua saya dulu. Hidup ayem tanpa tantangan membuat anak jadi malas dan tidak berjuang". Namun beliau menyadari harusnya lebih bersyukur karena sekarang banyak orang yang berbondong-bondong ingin menjadi PNS dan itupun tidak mudah.

Banyak orang tua yang menginginkan anaknya menjadi PNS dengan alasan masa tuanya terjamin, hidupnya ayem tentrem orang jawa bilang. Namun disisi lain, hal-hal ini membunuh kreativitas anak. Betapa besar kemampuan mereka tidak terbatas harus menjadi PNS atau tidak. Bukankah Alloh mengatur rezeki kita, dan bertebaranlah dimana-mana. Menggoreskan prestasi untuk banyak orang dan negeri ini dengan penuh ketulusan. 

Ini adalah satu dari cerita-cerita yang membuat aku semakin mengerti, bahwa untuk menjadi orang tua kelak aku butuh banyak ilmu. Ilmu agama, ilmu pengetahuan dan ilmu berumah tangga. Karena dengan menjadi ibu, secara otomatis kita menjadi pondasi tempat mereka berdiri. Bagaimana bangunannya akan berdiri kuat kalau kita saja tidak mengerti apa-apa, hanya mengandalkan pengalaman. Menjadi orang tua itu bukan berarti menutup telingga untuk mendapatkan masukan dari orang yang lebih muda, justru ketika anak dapat berbagi cerita, berdiskusi itu berarti mereka menghargai peran kita sebagai orang tua. Benar jika orang tua akan melakukan semua hal untuk anaknya, namun hanya sebagian kecil saja yang mau membiarkan anak-anaknya menjadi diri mereka sendiri, tidak menjadi cetakan orang tuanya. 
 

Tuntun hamba jikalau nanti engkau ijinkan aku lewat tangan ini menjadi madrasah bagi penerus agama dan bangsa ini. Berilah ilmu yang cukup, pemahaman yang baik akan arti hidup sehingga dapat menempati dan membaginya sesuai dengan porsinya. Kalau pun sekarang engkau tempa aku dengan begitu banyak derita, kepedi\han, kesulitan dan derai air mata. Itu karna aku yakin, esok kelak aku harus jadi yang terbaik untuk anak-anakku . Menjadi bunda yang kuat dan terus menebar kebaikan dimanapun berada...



Dengan segenap rasa, aku tahu Engkau Maha Bijaksana
Engkau mengerti apa yang aku butuhkan saat ini
Dan disaat waktunya tepat Engkau akan berikan jawaban
Jawaban atas pertanyaan hidup yang sering aku pertanyakan
Jagalah hati ini agar terus tertaut padaMu
Ya Rabb.....


Amin....

***Susi Nazahra***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernikahan dan Tradisinya di Pekalongan

Mengajarkan Simple Past Tense Dengan Game

Report Text