Oleh-oleh dari Solo





Assalamu’alaikum sobat…long time no say yah, maaf-maaf banget ya namanya juga liburan. Ada banyak hal yang dikerjain,hihi..
Engga juga si ya, karna freelancer jadi kudu cari kesibukan sambilan buat ngesambung hidup ini, eh…:D Meski yakin klo rejeki kita ga bakalan ketuker ma orang lain, tapi tetep aja berusaha ya sobat, semangat!
Awal Juni kemarin, aku Alhamdulillah banget dapet kesempatan buat ke Solo. Setelah sebelumnya ngarep buat liburan di tiga tempat; Pekalongan-Solo-Jogja. Dan subhanallah walhamdulillah, Allah kabulkan semua sobat^^.
Perjalan super singkat yang harus mau ga mau dijalani, Cuma sehari aja disana, itu juga karena menghadiri dan mendampingi sahabat tercinta yang menggenapkan separuh agamanya, waa..so sweat >< mupeng asli deh,hihi….
Gimana ga mupeng coba, pasti yang datang disana juga pada mupeng pengen nikah :D. Rabu siang berangkat dari Pkl naek bus ke Solo. Alhasil nyampe Solo uda malem banget ya sekitar jan 8 malem lah. Aku turun di Kerten, tapi apa daya ya sobat angkotan kuning sudah tak ada. Binggung karna uda janjian dengan teman di depan Luwes, akhirnya I made a decision buat naek taksi ke Luwes. Dan ternyata Luwes nya juga masih buka Alhamdulillah. Sambil nunggu teman sampai, aku hunting “something” di dalam. Dan aku pun tidur di kos sahabatku…ehmmm….senang….atmosfer yang beda, ketemu teman-teman kos dulu *reuni uhuiii. Tidur pulas dan nikmat yang sulit di dapat disini ya??
Paginya kita harus standby jam 5.30 pagi. Capcus kita berdua naek motor dengan satu helm yang dipakai sahabatku, waduh….alhamdulillah ga ada pak Polisi yang jaga, plongggg….Nyampe sana langsung di rias gitu, seru sobat. Seru rasanya waktu dirias, beda saat aku dirias sebelum ini, namanya juga orang Solo ya pasti alus, dan waktu make up pun aku ngrasa mbak nya yang ngerias hati-hati banget. Mereka bekerja tanpa bicara (ngobrol), ini baru penerima tamu, gimana kalo jadi mantennya ya?? Asli…….><
Untuk costum, kali ini kita ber empat pakai pakaian yang agak beda, kaftan plus songket. Kebanyang ga ya?? Biasanya pakai kebaya, ini pakai kaftan yang bentuknya longgar. Dan untungnya si periasnya kreatif. Kita berdua minta supaya kerudungnya nanti ga dimasukkan, dan ternyata mereka kreatif banget *seneng. Soalnya aku pernah punya pengalaman sobat, saat jadi penerima tamu, si perias ga mau ribet nurutin kemauan kita, kita harus manut mereka, alasannya karna terlalu ribet, lama kalau kerudung kita harus dikeluarkan (menutup dada) astaugfirullah….ampuni ya Rabb. Menurutku ini hanya beda culture aja. Untuk daerah pantura kaya sini, hal itu mungkin sesuatu yang aneh. Tapi jika di kota-kota besar, hal-hal semacam ini sangatlah wajar karena adanya toleransi yang tinggi.
Setelah selesai make up, sekitar jam 8 kami beranjak ke singgasana kami masing-masing, calon mempelai ke tempat akad nikah. Dan kami sang penerima tamu duduk di kursi deretan pintu masuk.
Sebelumnya aku belum tau juga bentuk gaun untuk mempelai putri, ternyata dia memakai baju kebaya seperti manten kebanyakan dan kemudian dirangkap dengan baju sejenis rompi dengan kancing di bagian leher dengan bahan yang tebal (tidak transparan) dengan warna putih.
Dan, jreng-jreng-jreng…….sang putri dan pangeran bersiap siap untuk melaksanakan akad. Kita Cuma bisa melihat dari kejauhan tapi dibantu dengan suara speaker. Saat khotbah, kita mendengarkan baik-baik, dan bagusnya pak penghulu memberikan materi yang bener-bener nyata. Beliau memberikan nasihat untuk sang calon istri agar bisa menerima apapun keadaan suaminya kelak. Kemudia beliau berkisah tentang fakta bahwa tingkat perceraian di kalangan guru meningkat. Kenapa sobat? Beliau mengatakan bahwa hal ini karena sang istri merasa telah menang dari sisi financial (akibat sertifikasi) sehingga dia kufur nikmat atas rejeki dari suaminya, naudzubillah…
Nasihat ini bagai cambuk buat kami para pendidik, khususnya putri karena hal-hal ini sangat rawan. Aku jadi teringat dulu di sebuah toko elektronik, waktu itu kakaku memesanku untuk membeli alat elektronik. Ada seorang bapak yang berbelanja disana, dan kebetulan pegawai toko itu kebanyakan adalah wanita. Pembicaraan yang tak sengaja aku dengar karena beliau tepat berada di sebelah kanan saku. “Mbak, kalau bisa cewek itu kerja dirumah, lebih banyak manfaatnya”. Entah setelah itu aku tak mendengar jawaban dari lawan bicara sang bapak. Hal-hal yang demikian kadang membuat diri tertampar hebat. Kemudian ditambah dengan kasus yang beredar di media massa sampai pengen ganti channel kalau ada berita sejenis itu. Pertanyaan besar, “Benarkah kami sumber fitnah itu??”
Hanya bisa berbaik sangka bahwa mereka punya niat masing-masing dan semoga tidak bermaksud untuk mengundang fitnah itu. Kadang serem, ngeri, ketika aku juga berada dalam zona bahaya ini. Semoga Allah beri perlindungan dalam setiap langkah menuju kebaikan ini, amin…


Ini nih costum yang dipake :)

Barakallahu laka ^^




 Semoga pendamping-pendampingnya nya cepat nyusul, amin...^^


Pangeran & Putri

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernikahan dan Tradisinya di Pekalongan

Mengajarkan Simple Past Tense Dengan Game

Report Text