Kala Proposalku Harus Aku Rapikan Lagi (Part 2)


Hari itu tepat hari jum’at, kami dipertemukan bersama di suatu tempat wisata yang belum pernah aku singgahi sebelumnya. Sebelumnya kami berempat sudah sepakat untuk menunggu di pintu masuk. Dan kebetulan, aku yang datang paling akhir. Setelah aku datang, kami semua masuk, aku sentak saja memasuki tempat yang masih asing bagiku. Ku jabat tangan temanku dan kami berjalan bersama dibelakang dua orang laki-laki,  yaitu mas Ali dan Yusuf, orang yang akan diperkenalkan padaku. Setelah mas Ali menentukan dimana tempat yang akan kami tempati, kami pun menuju kesana.

Sebelumnya kami memesan makan dan minum sebagai pelengkap jamuan waktu itu. Mas Ali sebagai fasilitator akhirnya membuka pembicaraan, dan kami masing-masing memperkenalkan diri. Perkenalan dimulai dari biodata pribadi, dan selebihnya kami berempat saling berbincang tanpa scenario, mengalir dengan lancar. Di akhir pertemua itu kami bertukar nomor ponsel masing-masing. Untuk perkenalan lebih lanjut kami diperbolehkan untuk saling mengirim pesan singkat (sms) dan melakukan istikhoroh untuk memantapkan hati kami masing-masing.

Jam pun sudah menunjukkan pukul 11.00, dan kami pun segera mengakhiri pertemuan kali pertama itu karena mereka berdua harus melakukan shalat jum’at. Selepas pertemuan itu, dari beberapa informasi yang aku gali dalam pertemuan, aku merasa kriteria-kriteria yang aku tulis dalam proposalku ada dalam diri Yusuf. Subhanallah…aku tak percaya kalau Allah memang Maha Mengetahui. Senyum pun terkembang, untuk memantapkan asumsiku, malamnya aku meminta petunjukNya dan semoga Dia memuntut ikhtiar ini.

Keesokan harinya tak kudapati ada yang berubah dalam hidupku, sama seperti sebelumnya, namun kali ini Yusuf sudah memulai untuk sms, dalam perbincangan kami lewat sms, aku yang aktif bertanya. Malah terkesan aku sedang menginterview seseorang. Perlahan kami saling bertanya lebih mendalam, tentang keluarga kami masing-masing, pekerjaan kami, dan pandangan pernikahan yang kami inginkan. Dalam beberapa hal, seperti sifat, kami menemukan kesamaan dan juga visi misi pernikahan bagi kami. Hampir setiap hari kami berkomunikasi melalui sms, dan akhirnya aku memberanikan diri untuk membatasi diriku, karena menurutku komunikasi kami sudah berlebihan dan diluar jam malam pula. Merefresh niat bahwa kami ingin mengenal pribadi masing-masing dalam bingkai ta’aruf, pertemuan kedua akhirnya kami berempat bertemu kembali di rumahku. Agar Yusuf lebih mengenal keluargaku tentunya. Tidak lama, mungkin hanya dua jam kami berempat bersama. Setelah itu kami diminta lagi untuk istikhoroh karena sebelumnya aku belum menyatakan mantap pada fasilitator kami.

Dua minggu kemudian, ada hal yang beda yang aku rasakan. Aku merasa dikejar-kejar, aku tak merasa nyaman lagi, walau pun kami sudah istikhoroh. Dan hasil kami berbeda, Yusuf merasa mantap, namun tidak bagiku, hati kecilku masih ragu untuk melanjutkan ta’aruf ini. Aku melalukan pendekatan pada keluargaku, namun tak ada respon yang positif tentang Yusuf, aku juga mulai merasa bimbang karena tempat mengaji kami berbeda. Oleh karena itu sampai-sampai aku berkonsultasi dengan guru ngajiku terdahulu, dan beliau memantapkan aku untuk memikirkan lebih jauh. Tidak itu juga, aku pun mencari informasi lebih dalam tentang pernikahan beda harakah melalui berbagai sumber. Perlahan aku mencoba memahami perbedaan pandangan kami, dan aku berusahan untuk mentorerir jika ini pilihan yang terbaik, aku pun akhirnya melakukan istikhoroh lagi Karena belum menemui kemantapan.

Dalam rentang waktu yang belum memberikan ku jawaban, kami masih berkomunikasi untuk menggali informasi masing-masing. Yusuf orang yang jujur, sabar, dan sederhana. Walaupun dia baru lulusan D3, sedangkan aku baru saja lulus strata satu, itu tak membuatku berkecil hati, pun pekerjaannya. Seperti yang telah ku tuliskan di proposalku sebelumnya, dan aku meyakini bahwa saat menikah Allah kan mengayakan kami dan menambah berkah. Tiada permulaan yang dimulai langsung dari angka 10 pastilah semua dari angka 0.

“Za…kamu sudah tau berita tentah Faqih?”, begitu tulisan sms yang masuk ke inboxku. Pesan ini dikirim oleh nomor yang tak ku kenali. Dan setelah kutelusuri ternyata sms ini dari sahabatku Rani  yang berada di Kalimantan, dan karna ponselku yang rusak, kontaknya pun ikut hilang.


continue....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernikahan dan Tradisinya di Pekalongan

Mengajarkan Simple Past Tense Dengan Game

Report Text